Diposkan Pada Hari Selasa, 22 November 2016
Oleh: Diana
A.
Definisi Riba
Asal makna riba menurut
bahasa Arab (raba-yarbu) atau dalam bahasa Inggrisnya usury atau interest ialah
lebih atau bertambah (ziyadah atau addition) pada suatu zat, seperti tambahan
pembayaran atas uang pokok pinjaman.[1]
Riba secara bahasa
bermakna: ziyadah yang berarti tambahan. Dalam pengertian lain, secara
linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis,
riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.[2]
B.
Jenis-jenis Riba
Secara garis besar riba
dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing ialah riba utang piutang dan riba jual
beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba Qord dan riba
Jahiliyyah. Adapun kelompok kedua riba jual beli terbagi menjadi riba
Fadl dan riba Nasi’ah.
1.
Riba Qordh
Yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap orang yang berhutang (muqtaridh).
2.
Riba Jahiliyah
Yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya karena si
peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang di tetapkan.
3.
Riba Fadhl
Yaitu pertukaran antar barang yang sejenis dengan kadar
atau takaran yang berbeda, sedabgkan barang yang di pertukarkan itu termasuk
pada jenis barang ribawi. Adapun barang-barang ribawi adalah emas, perak, dan
bahan makanan pokok.
4.
Riba Nasi’ah
Yaitu penagguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang di pertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan,
perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan
kemudian.
C.
Larangan Riba di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah
Umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya.
Larangan supaya umat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari
berbagai surah dalam al-Qur’an dan hadist Rosulullah SAW.[3]
1.
Larangan Riba didalam al-Qur’an
Larangan riba didalam al-quran tidak diturunkan sekaligus
melainkan diturunkan dalam 4 tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa
pinjaman riba yang pada dhohirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan
sebagai suatu perbuatann atau taqorrub kepada Allah SWT.
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ
النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ
وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (الروم : 39)
“Dan suatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).[4]
o
Penjelasan (Tafsir) Ayat
Dalam ayat Al-Qur’an yang
telah diutarakan di atas para Ulama Mufasirin atau Ahli Tafsir dalam mentafsiri
Ayat Al-Qur’an terdapat berbagai pemahaman yang berbeda-beda. Dalam ayat yang
pertama Surat Ar-Ruum ayat 39 dalam Kitab tafsir Jalalain, menafsiri bahwa
Lafadz “وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا”yakni
umpamanya sesuatu yang diberikan atau dihadiahkan kepada orang lain supaya dari
apa yang telah diberikan orang lain memberikan kepadanya balasan yang lebih
banyak dari apa yang telah ia berikan, pengertian sesuatu dalam ayat ini
dinamakan tambahan yang dimaksudkan dalam masalah muamalah. Kemudian
dilanjutkan lafadz “ لِيَرْبُوَ“
yakni orang-orang yang memberi itu, mendapatkan balasan yang bertambah banyak,
dari sesuatu hadiah yang telah diberikan.sedangkan “ فَلَا
يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ “
yang terdapat penjelasana yakni riba itu tidak menambah banyak disisi Allah
dalam arti tidak ada pahalanya bagi orang-orang yang memberikannya. وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ
اللَّهِ ... ألحini bahwa orang-orang yang melakukan sedekah semata-mata karena Allah,
untuk mendapatkan keridhoaan-Nya inilah yang akan mendapatkan pahala yang
berlipat ganda dari Allah, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di
dalam ungkapan ini terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak
bicara atau mukhathabin”.[5]
Dalam uraian di
atas dalam saya simpulkan bahwa :
1)
Riba di dalam Muamalah yang tidak akan mendadikan
tambah di sisi Allah atau Inda Allah.
2)
Tidak mendapat pahala orang yang melakukan riba atau
tambahan.
3)
Shodaqoh merupakan perkara yang dilipat-lipat gandakan
oleh Allah kepada orang yang bersedekah.
4)
Ayat yang bersifat peringatan untuk tidak melakukan
hal yang negatif atau perkara yang dilarang oleh Allah.
o Asbabun Nuzul
Ayat ini turun di Mekkah dan
menjadi tamhid/hukum diharamkannya riba dan urgensi untuk menjauhi riba.
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk.
Allah SWT mengancam akan memberikan ba;asan yang keras kepada orang yahudi yang
memakan riba.
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا
حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ
أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا
أَلِيمًا
(النساء : 160 ،161 )
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan
atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan
mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya,
dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.”
o
Penjelasan Ayat
فَبِظُلْمٍ
Potongan ayat di atas mempunyai arti “maka disebabkan
perbuatan zholim”, hal ini meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya,
ketidakadilan, penganiayaan, penindasan dan tidak sewenang-wenang. Maka sebab
kezaliman tersebut, maka Allah mengharamkan segala bentuk riba itu.
Sebagian ulama’
berkata : Orang-orang yang menghalalkan riba serta besar dosanya, maka diapun
akan tahu betapa keadaan mereka-mereka kelak di hari akhirat, merka akan
dikumpulkan dalam keadaan gila, kekal di neraka, disamakan dengan orang kafir
akan mendapat perlawanan dari Allah dan Rasul serta kekal dalam la’nat. Dalam
ayat ini telah di jelaskan bahwa sesungguhnya riba itu mengakibatkan kezoliman,
dan ketidakadilan bagi orang lain. Sehingga bagi orang yang Kafir sudah
dipersiapkan oleh Allah SWT tempat yang sesuai dengan perbuatannya yakni siksa
yang pedih dan menyakitkan. Pada ayat ini Allah menjelaskan kalau riba adalah
pekerjaan yang batil, maka dari itu Allah juga menjelaskan dalam ayat tersebut
bahwa Allah sudah menyiapkan mereka azab yang pedih yaitu neraka. Riba digambarkan
sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam memberi balasan yang keras kepada
orang Yahudi yang memakan riba
o Asbabun Nuzul
Pada waktu
itu orang orang yahudi biasa melakukan perbuatan perbuatan dosa besar. Mereka
mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang diharamkan. Sebagian
budaya yang diharamkan adalah Riba. Hanya orang berimanlah yang tidak mau
melakukannya seperti Abdillah bin salam, tsa’labah bin sa’yah. Sehubungan
dengan itu maka Allah menurunkan ayat 160-162 sebagai kabar bahwa
perbuatan merekasalah dan berita gembira bagi mereka yang beriman ( HR. Ibnu
Abi Hatim dari Muhammad Bin Abdillah Bin Yazid Al Murqi Dari Sofyan Bin Unaiyah
Dari Amrin Dari Ibnu Abbas)
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang
berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan
tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa
tersebut. Allah berfirman dalam surat al-Imron ayat 130,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا
الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[6]
dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.
o
Penjelasan (Tafsir) Ayat
Di dalam Surat
Ali Imron ayat 130 ahli Tafsir menjelaskan bahwa lafadz يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ini yang dimaksud adalah
kaum Sakif atau golongan manusia dari bani Sakif, kemudian lafadz لَا تَأْكُلُوا الرِّبَاأَضْعَافًا ini yang dimaksud adalah di
dalam harta dirham yang berlebihan, disusul lagi lafadz sebagai penguwat
yaitu مُضَاعَفَةً ini
maksudnya adala الاجل misi atau tujuan, kemudian
dilanjutkan lagi dengan kata وَاتَّقُوا اللَّهَ takutlah kamu semua orang
Iman kepada Allah di dalam memakan sesuatu yang mengandung Riba. لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَini dengan maksud supanya kamu semua mendapatkan keselamatan
dari murka siksaan Allah.[7]
Dalam Tafsir di
atas dalam Surat Ali Imron ayat 130 ini saya menyimpulkan bahwa:
1)
Yang diperingatkan dalam ayat ini adalah Golongan
Saqif, umumnya Ummat Mamusia beragama Islam.
2)
Peringatan untuk menjahui makan Riba.
3)
Takutlah kepada Allah dalam makan harta Riba, dengan
harapan tidak mendapat murka dan Siksa dari Allah.
Secara umum ayat ini harus dipahami bahwa kriteria
berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba, tetapi ini
merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada saat itu. Demikian juga
ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan ayat 278 dari surah
al-Baqarah yang turun pada tahun ke-9 Hijriah.
o
Asbabun Nuzul
Ayat ini turun pada tahun ketiga hijriah. Ayat
ini adalah Madaniyah, yaitu diturunkan di Kota Madinah. Ayat ini
menjelaskan kebiasaan orang Arab saat itu
yang sering mengambil riba dengan berlipat
ganda. Ayat ini telah secara jelas mengharamkan
perbuatan riba, akan tetapi bentuk pengharaman pada ayat ini masih bersifat
sebagian, yaitu kepada kebiasaan orang saat itu yang mengambil
riba dengan berlipat ganda dari modal. Riba ini disebut
dengan riba keji (ربا فحش)
yaitu riba dengan penambahan dari pokok modal dari hutang yang berlipat ganda.[8]
Tahap terakhir, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun
jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Hal ini dijelaskan dalam surah
al-Baqarah ayat 287:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَذَرُوا
مَا بَقِيَ
مِنَ الرِّبَا
إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.[9]
o Penjelasan (Tafsir)
Ayat
Ayat ini adalah sebuah
perintah, tetapi perintahnya adalah untuk meninggalkan.
Di dalam ushul fiqih larangan terhadap
sesuatu adalah berarti perintah untuk
berhenti mengerjakan sesuatu tersebut. Dalam hal
ini larangan untuk mengerjakan riba berarti
perintah untuk berhenti mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah
untuk pengharaman.[10] Jadi
ayat ini memperkuat ayat-ayat riba sebelumnya bahwa Allah SWT dengan jelas dan
tegas mengharamkan segala bentuk riba. Sisa riba didalam ayat tersebut
mengandung pengertian bahwasannya orang yang memberikan pinjaman kepada orang
lain dilarang untuk meminta kelebihan uang dari uang pokok yang dipinjamkan.
Seperti halnya yang dilakukan oleh kaum Thaif kepada kaum mughiroh. Berdasarkan
hal tersebut Allah menganjurkan agar uang yang kita pinjamkan hanya kembalikan
pokoknya saja.
o Asbabun Nuzul
Abu Ya’la dalam musnadnya dan Ibnu Mandah meriwayatkan
dari jalur al-Kalbi dari abu Shaleh dari Ibnu Abbas, dia berkata,”sampai kepada
kami bahwa ayat ini turun pada bani Amr bin Auf yang berasal dari Tsaqif, dan
pada banil Mughirah. Ketika itu orang-orang banil Mughirah memiliki utang dari
hasil riba kepada orang-orang Tsaqif. Ketika Allah Awt, menaklukkan mekkah
untuk Rosul-Nya, maka Allah Swt membatalkan semua bentuk riba.
Kemudian orang-orang bani Amr dan banil Mughirah
berselisih dalam masalah pembayaran utang karena hasil riba mereka. lalu mereka
mendatangi Attab bin Usaid yang ketika itu menjadi gubernur Mekkah. Orang-orang
banil Mughirah berkata “ kami menjadi orang yang paling sensara karena riba.
Sedangkan, Rasulullah telah membatalkan riba dari orang-orang selain kami”.
Bani Amr pun menyaut “kami telah berdamai dengannya
(Muhammad) dan telah sepakat bahwa riba kami dari orang-orang (selain
orang-orang muslim) adalah hak kami”.
Lalu Attab mengabarkan tentang hal tersebut kepada
Rasulullah, lalu turunlah ayat 278 surat al-Baqarah.[11]
2. Larangan riba
dalam Hadist
a.
Hadist riwayat Imam Bukhori.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
Dari
Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai
Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta
anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang
suci berbuat zina”. (Bukhari, Bab Ramyul Muhsanat, No. 6351)[12]
Menurut al-Bushairi
hadits ini dhaif. Dalam sunan Ibn Majah yang ditahqiq oleh Syuaib Arnaut, dkk.
dikatakan hadits ini dhaif[13].
Sedangkan al-Bani dalam sahih al-jami al-shagir mengatakan sahih.[14]
o Penjelasan Hadist
Adapun
yang dimaksud dengan tujuh dosa di atas adalah :
1)
Mempersekutukan
Allah, yaitu menyamakan dan
mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam segala hal yang menjadi
kekhususan bagi-Nya Yang Maha Suci, Maha Tunggal, Tempat Bergantung Segala
Makhluk, dan Yang Maha Esa.
2)
Sihir,
Mayoritas ulama berpendapat sihir itu hukumnya haram.
Mempraktekkan, mempelajari, dan mengajarkan sihir itu termasuk dosa besar.
3)
Membunuh jiwa,
Sesungguhnya Allah mengharamkan
pembunuhan, dan mengancam orang yang melakukannya secara sengaja, dengan siksa
api neraka dan ia kekal di dalamnya.
4)
Memakan riba,
Allah berfirman : "Hai orang-orang
yang beriman, ber-takwa lah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kau orang-orang yang
beriman" Keadaan mereka yang
demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba."[15]
5)
Memakan harta anak yatim, Sesungguhnya,
Allah sangat mengharamkan perbuatan tersebut.
Al-Qur’an menyuruh untuk memuliakan anak yatim, mengembangkan hartanya, dan
mengurusnya dengan baik, supaya ia tumbuh menjadi orang yang kuat, yang mulia,
dan yang saleh.
6)
Berpaling dari barisan
perang, yakni melarikan diri dari medan tempur alias
tidak berani maju. Sesungguhnya al-Qur’an mengancam orang yang melakukan
perbuatan tercela seperti itu. Allah berfirman : "Hai orang-orang yang
beriman, apabila kau bertemu dengan orang-orang yang kafir
yang sedang menyerangmu, maka janganlah kau membelakangi mereka (mundur).
Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok
untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya
ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya".[16]
7)
Dan menuduh berzina wanita
yang menjaga kehormatan yang (tidak pernah mempunyai pikiran untuk berzina)
lagi beriman, yaitu menuduh
berzina wanita yang baik-baik, yang lurus, yang telah berkeluarga, yang
berstatus merdeka, dan yang beriman.
o
Asbabul Wurud
Hadis
ini beliau ucapkan ketika memberikan nasehat ketika haji wada’. Maka ada salah
seorang bertanya tentang al-kabair. Maka nabi Saw membacakan hadis ini.
b.
Hadist riwayat
Abu Daud
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا سِمَاكٌ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ وَشَاهِدَهُ وَكَاتِبَهُ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah menceritakan kepada
kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Simak, telah menceritakan kepadaku
Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang makan riba, orang yang memberi
makan riba, saksinya dan penulisnya.(HR. Abu Dawud)
Dalam sunan Abu Dawud yang ditahqiq (diteliti) oleh
Syu’aib Arnaut, dkk. bahwa hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibn
Majah, al-Tirmidzi, dan Ibn Hiban. Pentahqiq kitab tersebut mengatakan sanadnya
hasan.[17]
o Penjelasan
Hadist
Hadits yang mulia ini menunjukkan
haramnya riba dan akibat jelek yang ditimbulkannya bagi pribadi dan masyarakat,
serta ancaman bagi mereka yang bergumul dengan riba. Karena laknat Rasulullah SAW,
diberikan kepada mereka yang berserikat dalam usaha riba tersebut.
Memang akibat jelek riba telah dirasakan semua orang, tanpa kecuali. Baik muslim ataupun non muslim. Riba merupakan kezhaliman yang sangat jelas. Sehingga wajarlah Allah SWT, dan Rasul-Nya mengancam dengan laknatnya.
Memang akibat jelek riba telah dirasakan semua orang, tanpa kecuali. Baik muslim ataupun non muslim. Riba merupakan kezhaliman yang sangat jelas. Sehingga wajarlah Allah SWT, dan Rasul-Nya mengancam dengan laknatnya.
o Asbabul Wurud
Untuk Hadist diatas
penulis belum menemukan asbabul wurudnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://teratakhijau11.blogspot.co.id/2013/07/makalah-hadis-terbaru-kelompok-2_6524.html
2. Huda Nurul dkk. 2009. Ekonomi Makro Islam,
Jakarta: Kencana.
3. Hudri Muhammad
Bik. 1988. UshuL Fiqh, Beirut: Dar
al-Fikr.
4. Ibn Majah. 2009. Sunan
Ibn Majah, Riyadh: Dar al-Risalah.
5. Idri. 2015. Hadist Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadist Nabi), Jakarta: Kencana.
6. Jalaluddin
Muhammad bin Ahmad Mahali dan Jalajuddin Abdurrahman bin Abu Bakar Asuyuti. 2008. Tafsir Jalalain, Jakarta: al-Haramain Jaya Indonesia.
7. Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi
Syari’ah, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
8. Maulana
Muhammad Ali. 1950. The
Religion of Isla, Lahore: The Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam.
9. Safi’i Antonio
Muhammad. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani Pers.
10. Syafii Muhammad
Antonio. 1999. Bank Syaria, Jakarta:
Central Bank of Indonesia and Tazkia Institute.
11. Thohir Ibn
bin Ya’kub Al-Fauruzi zadi.2001. Tanwirul
Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas, (Dar Al-Fikr, tth).
[1]
Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, (Lahore: The Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam, 1950),
hlm. 721.
[2] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syaria, (jakarta: Central Bank of Indonesia and Tazkia
Institute, 1999).
[3] Muhammad
Safi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta:
Gema Insani Pers, 2001), hlm 48-50.
[4] Nurul Huda
dkk, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm 13.
[5] Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Mahali dan
Jalajuddin Abdurrahman bin Abu Bakar Asuyuti, Tafsir Jalalain,
(al-Haramain Jaya Indonesia, cet 6, 2008), hlm 295.
[6] Yang dimaksud riba disini adalah riba nasi’ah.
menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat
ganda.
[7] Ibn Thohir bin Ya’kub Al-Fauruzi zadi, Tanwirul
Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas, (Dar Al-Fikr, tth).hlm. 56
[8] Muhammad Ali as-Shobuni. Tafsir Ayat Ahkam.
390
[9] Mardani, Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi
Syari’ah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011) hlm 14.
[10] Muhammad Hudri Bik. UshuL Fiqh.
(Beirut: Dar al-Fikr. 1988) hlm 199.
[11] Opcit, hlm 16.
[12] Idri, Hadist
Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadist Nabi), (Jakarta: Kencana, 2015),
hlm 181.
[13] Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Riyadh: Dar
al-Risalah, 2009, Jil. 3), hlm 337.
[14] Muhammad Nashiruddin al-Bani, Sahih
al-Jami al-Shagir, jil. 1hlm 664.
[15] Q.S. al-Baqarah : 275.
[17] Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, (Riyadh: Dar
al-Risalah, 2009, Jil. 5), hlm 222.
TINIAN phone case with magnet, magnet & razor blades
BalasHapusThe TINIAN phone case raw titanium comes with a magnet and razor titanium gravel bike blade. babylisspro nano titanium This case is thinkpad x1 titanium one of the best in the industry ford ecosport titanium for its magnet and razor blades.