2.1
Filsafat Materialisme
A.
Pengertian Filsafat Materialisme
Materialisme adalah paham
filsafat yang meyakini bahwa esensi kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat
material atau fisik, hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi.
Ciri utamanya adalah menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res
extensa), dan bersifat objektif, sehingga bisa diukur, dikuantifikasi
(dihitung), dan diobservasi. Alam spiritual atau jiwa tidak menempati ruang dan
tidak bisa disebut sebagai
esensi kenyataan, sehingga ditolak keberadaannya. Sebagai teori,
materialisme termasuk paham ontologi monistik.[[1]] Akan
tetapi, materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada
dualisme atau pluralitas. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang
realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme.[[2]]
Kata materialisme terdiri dari kata "materi"
dan "isme".[[3]] “ materi” dapat
dipahami sebagai "bahan; benda; segala sesuatu yang tampak".
Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang
termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Sementara
itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai
"materialis". Orang-orang ini adalah para pengusung paham
(ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata
(harta, uang, dsb).[[4]]
Materialisme adalah paham yang hanya
bersandar pada materi (Mad’ah) yang tidak meyakini apa yang ada di balik
alam ghaib. Tidak meyakini alam ghaib berarti tidak meyakini adanya kekuatan
yang menguasai alam semesta ini dan hal itu secara otomatis menafikan adanya
Tuhan sebagai pencipta alam semesta, karena menurut paham ini alam beserta
isinya berasal dari satu sumber yaitu materi. Pemikiran ini sama halnya dengan
Atheisme dalam bentuk dan subtansinya yang tidak mengakui adanya Tuhan secara
mutlak. Para penganut paham ini menolak agama sebagai hukum kehidupan manusia,
mereka lebih mengedepankan akal sebagai sumber segala hukum. Pada akhirnya
prinsip ini melahirkan suatu ideologi bahwa hukum hanyalah apa yang bisa
diterima oleh akal, padahal kita tahu bahwa hasil pemikiran manusia bersifat
relatif, dalam artian bisa salah dan juga bisa benar. Materialisme dan Atheisme
memiliki ikatan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan antara keduanya,
yaitu tidak mengakui adanya Tuhan karena mereka mengingkari alam ghaib.[[5]]
B. Sejarah Perkembangan filsafat Materialisme
Filosuf yang pertama kali memperkenalkan
paham ini adalah Epikuros. Ia
merupakn salah satu filosuf terkemuka pada
masa filsafat kuno. Selain Epikuros, filosuf lain yang juga turut mengembangankan aliran
filsafat ini adalah Demokritos dan Lucretius Carus. Pendapat mereka tentang
Materialisme, dapat kita samakan dengan materialisme yang berkembang di prancis
pada masa pencerahan. Dua karangan karya La Mettrie yang cukup terkenal
mewakili paham itu adalah L’homme
machine (manusia mesin) dan L’homme plante (manusia tumbuhan).
Dalam waktu yang sama, di tempat lain muncul seorang Baron von Holbach yang
mengemukakan suatu materialisme atiesme. Materialisme
etiesme serupa dalam bentuk dan substansinya, yang tidak mengakui adanya tuhan
secara mutlak. Jiwa sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi otak.[[6]]
Benih-benih
materialisme sudah muncul sejak
zaman Yunani kuno. Sebelum muncul pertanyaan-pertanyaan filsafat idealistik (yang menonjol sejak plato),
filsafat Yunani berangkat dari filsafat materialisme yang mengambil bentuk pada
upaya untuk menyelidik tentang alam sebagai materi. Bahkan mayoritas filosuf percaya bahwa tidak
mungkin ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan. Materi alam dipelajari secara
habis-habisan, sehingga menghasilkan tesis filsafat tentang apa sebenarnya
substansi menyusun alam kehidupan ini.[[7]]
Pada abad pertama Masehi,
paham materialisme tidak mendapat
tanggapan yang serius, bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing
terhadap paham ini. Baru pada zaman pencerahan (Aufkalrung), materialisme
mendapat tanggapan dari penganut yang
penting di Eropa Barat.
Materialisme berpendirian bahwa pada hakikatnya
sesuatu itu adalah bahan belaka. Pandangan ini Berjaya pada abad ke-19. Materialisme
jelas tidak akan bisa hilang dan mati
karena hidup ini sangat nyata, dimana manusia terus saja mengembangkan diri
dari ranah material. Zaman kegelapan yang didominasi dengan agama yang
menggelapkan kesadaraan jelas tak dapat membendung perkembangan material, yaitu
teknologi yang merupakan alat bantu manusia untuk mengatasi kesulitan material
dan membantu manusia memahami alam. Misalnya, dengan teleskop dapat diketahui
susunan jagat raya, dengan transportasi dan komunikasi pertukaran pengetahuan
semakin cepat. Idialisme yang subjektif jelas tidak dapat dipertahankan.[[8]]
Pada abad 19, muncul filsuf-filsuf
materialisme asal Jerman seperti
Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel. Merekalah yang kemudian meneruskan
keberadaan materialisme. Materialisme dan Empirisme adalah perangsang munculnya
IPTEK karena berpikir pada kegiatan
melakukan eksperimen-eksperimen ilmiyah yang memicu perkembangan ilmu dan
teknologi.
Filsafat materialisme
beranggapan bahwa hubungan adalah hubungan material yang saling mempengaruhi.
Karenanya, memahami hubungan harus menggunakan landasan berfikir yang
materialis. Berfikir materialis berarti percaya pada hukum-hukum materi, yaitu
sebagai berikut:[[9]]
·
Hukum I: “Materi itu ada, nyata, dan konkret”.
Materi itu ada dan nyata dalam
hidup kita. Kita bisa mengenali materi melalui indra kita. Jadi, bukan karena
tak tertangkap indra kita, lantas kita mengatakan bahwa sesuatu itu tidak ada.
·
Hukum II:”Materi itu terdiri dari materi-materi yang lebih kecil dan saling
berhubungan (dialektis)”.
Jadi, dialektika adalah hukum
keberadaan materi itu sendiri. Materi-materi kecil menyatu dan menyusun satu
kesatuan yang kemudian disebut sebagai materi lainya yang secara kualitas lain.
Karenanya namanya juga lain.
·
Hukum III:”Materi mengalami kontradiksi”.
Karena materi terdiri
dari materi-materi yang lebih kecil antara satu materi dengan
materi lainnya mengalami kontradiksi, atau saling bertentangan. Jika tak ada kontras, tak akan ada
bentuk yang berbeda-beda. Jika tidak ada kontradiksi, tak ada kualitas yang
berbeda, kualitas baru, atau kualitas
yang menunjukkan adanya perubahan susunan materi yang baru.
·
Hukum IV:”Materi selalu berubah dan akan selalu berubah”.
Perubahan dimulai dengan
kontradiksi atau akibat pengaruh antara materi-materi yang menyusunnya maupun
karena intervensi dari luar. Tak ada yang lebih abadi dari pada
perubahan itu sendiri.[[10]]
C.
Tokoh-tokoh filsafat Materialisme
Terdapat
beberapa tokoh-tokoh yang terdapat pada aliran Materialisme yaitu:
1.
Demokritos (460-360 SM)
Demokritos
merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”.
2.
Julien de Lamettrie (1709-1751)
Menngemukakan
pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidakk ada bedanya, karena semuanya
dianggap sebagai mesin. Buktinya bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup
(bergerak), sedangkan jiwa tanpa bahan (badan) tidak mungkin ada. Jantung katak
yang dikeluarkan dari tubuh katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat
saja.
3.
Ludwig Feuerbach (1804-1972)
Ludwig
Feuerbach mencanangkan suatu metafisika, suatu fisika yang humanistis, dan
suatu epistimology yang menjunjung tinggi pengenalan indrawi. Oleh karena itu
ia ingin mengganti idialisme Hegel dengan materialisme.
4.
Karl Marx (1818-1883)
Karl marx
memberikan suatu pandangan bahwa kenyataan yang ada adalah dunia materi dan
didalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat pada muatannya terdapat berupa
kesadaran-kesadaran yang menumbuhkan ide serta teori serta pandangan yang
kesemuanya merupakan suatu gambaran yang nyata.[[11]]
D.
Konsep dasar filsafat Materialisme
Materialisme
berpandangan bahwa hakikat realis adalah meteri, bukan rohani, bukan spiritual,
atau supranatural.
Filsafat
materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau fikiran
timbul setelah melihat materi. Dengan kata lain materialisme mengakui bahwa
materi menentukan ide. Buka ide yang menentukan materi. Contoh : karena meja
atau kursi secara objektif ada, maka orang berfikir tentang meja dan kursi.
Bisakah seseorang memikirkan meja dan kursi sebelum benda yang berbentuk meja
atau kursi belum atau tidak ada.
E.
Ciri-ciri filsafat Materialisme
1. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu
materi (ma’dah).
2. Tidak meyakini adanya alam ghaib.
3. Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat
mencapai ilmu.
4. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam
peletakan hukum.
5. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai
akhlak.
6. Merupakan sebuah paham garis pemikiran, dimana manusia
sebagai nara sumber dan juga sebagai
resolusi dari tindakan yang sudah ada dengan jalan dialetis.[[12]]
F. Aliran-aliran dalam filsafat Materialisme
1. Aliran Materialisme Mekanik
Materialisme
mekanik adalah aliran filsafat yang pandangannya materialis sedangkan
methodenya mekanis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadan gerak dan
berubah. Gerakan itu adalah gerakan yang mekanis artinya gerak yang tetap
selamanya atau gerak yang berulang-ulang (Endlessloop) seperti mesin tanpa
perkembangan atau peningkatan secara kualitatif. Tokoh-tokoh yang terkenal
sebagai pengusung aliran ini adalah Demokritus (± 460-370), Heraklitus (± 500
SM ). Wakil-wakil pada abad ke-17 adalah Thomas Hobbes (1588-1679 M),
Benedictus Spinoza (1632-1677M) dsb. Aliran filsafat materialism mekanik
mencapai titik puncaknya ketika terjadi revolusi perancis pada abad ke-18 yang
diwakili oleh Paul de holbach (1723-1789), Lamettrie (1709-1751 M) sehingga
materialism mekanik disebut juga sebagai materialisme Perancis.
2. Aliran Materialisme Metafisik
Materialisme Metafisik adalah paham yang
mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan diam, tetap atau statis
selamanya. Seandainya materi itu berubah maka perubahan tersebut terjadi karena
factor luar atau kekuatan dari luar. Gerak materi itu disebut gerak ekstern
atau gerak luar selanjutnya materi itu dalam keadaan terpisah-pisah atau tidak
mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya. Tokoh aliran filsafat ini
adalah Feurbach.
3. Aliran
Materialisme Dialektif
Materialisme Dialektis adalah aliran
filsafat yang bersandar pada materi(benda) dan methodenya dalektis. Aliran ini
mengajarkan bahwa materi itu mempunyai keterhubungan satu dengan lainnya,
saling mempengaruhi dan saling bergantung satu dengan lainnya. Gerak materi itu
adalah gerak yang dialektis artinya pergerakan atau perubahan menuju bentuk
yang lebih tinggi atau lebih maju seperti spiral. Tokoh-tokoh pencetus filsafat
ini adalah Karl Marx (1818-1883 M), Friedrich Engels (1820-1895 M). Gerakan
materi itu adalah gerakan intern yaitu bergerak atau berubah karena dorongan
dari faktor dalamnya (motive force-nya). Yang disebut “Diam” hanya tampaknya
atau bentuknya sebab hakikat dari gejala yang tampaknya atau bentuknya diam itu
isinya tetap gerak. Methode yang dipakai adalah dialektika Hegel. Marx mengakui
bahwa orang yunani-lah yang pertama kali menemukan methode dialektika, tetapi
Hegelah yang mensistematiskan metode tersebut dan oleh Marx dijungkir balikkan
dengan bersandarkan materialisme. Marx dan Engels mengambil materialisme
Feurbach dan membuang metodenya yang metafisis sebagai dasar dari filsafatnya,
dan memakai dialektika sebagai metode dan membuang pandangan idealis Hegel.
Dialektika Hegel menentang dan menggulingkan metode metafisis yang selama berabad-abad
menguasai lapangan filsafat. Hegel mengatakan “ yang penting dalam filsafat
adalah metode bukan kesimpulan-kesimpulan mengenai ini dan itu”.[[13]]
G. Pendapat-pendapat yang ada pada paham Materialisme
Materialisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya bertitik tolak pada materi
(benda). Materialisme memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide itu
ditempatkan di sekundernya, sebab materi itu ada terlebih dahulu baru kemudian
ada ide. Pandangan ini berdasarkan atas kenytaan menurut proses waktu dan zat.
Misalnya menurut proses waktu, lama sebelum manusia yang mempunyai ide itu ada di dunia, alam raya ini sudah ada.
Dan menurut zat, manusia tidak bisa berfikir atau mempunyai ide apabila tidak
mempunyai otak sedangkan otak adalah sebuah benda yang bisa dirasakan oleh
panca indera kita. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada lalu baru muncul
ide dari padanya.
Para
filsuf materialisme menganggap bahwa
materi berada di atas segala-galanya. Beberapa pendapat mereka yang lain
adalah:
1. Tidak
ada Sesutu yang bersifat non material seperti roh, hantu, syetan, malaikat.
Pelaku-pelaku immaterial tidak ada.
2. Tidak
ada Tuhan atau dunia adikodrati (supranatural). Realitas satu-satunya adalah
materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi aktifitas materi.
3. Setiap
peristiwa mempunyai sebab material dan penjelasan material tentang semua itu
merupakan satu-satunya penjelasan yang paling tepat.
4. Materi
dan aktifitasnya bersifat abadi. Tidak ada sebab pertama dan penggerak pertama.
5. Bentuk
material dari barang-barang dapat diubah tapi materi tidak dapat diciptakan
atau dimusnahkan.
6. Tidak
ada kehidupan yang kekal, semua gejala berubah akhirnya melampaui eksistensi
yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi dalam sutu peralihan
wujud kembali yang abadi dari materi.[[14]]
2.2 Dampak-dampak Filsafat
Materialisme
A. Bahaya bagi bangsa dan Negara
Sikap
materialistis, terlebih yang berdasarkan ideologi materialisme selalu bertolak belakang
dengan agama, sikap materialisme bisa membawa orang kepada atheisme. Sikap
materialistis dapat membahayakan ideologi negara Pancasila sila ke-1 (Ke-Tuhanan Yang
Maha Esa.
Sikap materialistis
bisa membawa
pertentangan kelas, pertentangan sosial, dan ras. Sikap materialistis bisa melahirkan banyak tindakan
kejahatan, seperti korupsi, pemerasan terhadap orang yang tidak berdaya.
B. Bahaya bagi tiap pribadi
Sikap materialistis
bisa menjauhkan manusia
dari Tuhan dan sesame, sebab materi
menjadi yang paling utama bagi orang tersebut. Sesama bisa diperalat dan diperas.
Sikap materialistis
bisa membuat orang
tidak hidup bahagia karena ambisi
yang semakin meningkat untuk materi.
2.3 Materialisme Menurut Pandangan Islam
A.
Materialisme dan
Aqidah Islam
Salah satu fitnah zaman modern dewasa ini adalah merebaknya ideology
materialisme. Ideologi ini berdasarkan
gagasan bahwa materi, harta, atau kekayaan merupakan tolok ukur mulia tidaknya
seseorang. Semakin kaya seseorang berarti ia dipandang sebagai orang yang mulia
dan semakin sedikit materi atau harta yang dimilikinya berarti ia dipandang
sebagai orang yang hina dan tidak patut dihormati. Maka di dalam masyarakat
yang telah diwarnai materialisme, setiap anggota masyarakat akan berlomba
mengumpulkan harta sebanyak mungkin dengan cara bagaimanapun, baik itu dengan
cara yang halal, syubhat maupun haram.
Dalam sebuah masyarakat yang beridiologi materialisme, seseorang menjadi
sangat iri dan berambisi menjadi kaya setiap kali melihat ada orang yang
berlimpah harta lewat di tengah kehidupan mereka. Persis sebagaimana masyarakat
mesir di zaman hidupnya seorang tokoh kaya raya bernama Qorun, dan digambarkan
di dalam Al-qur’an:
فخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ
إِنَّهُ لَذُو
حَظٍّ عَظِيمٍ
Artinya: ”Maka
keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang
menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar".(QS Al-Qashshash ayat 79).
Zaman kita dewasa ini pun keadaannya sangat mirip dengan zaman
Qarun tersebut. Berbagai kemewahan tokoh kaya, selebritis, artis, olahragawan
dan pejabat dipertontonkan di televisi dan media lainnya sehingga masyarakat
berdecak kagum dan tentunya menjadi iri dan berambisi ingin menjadi hartawan
seperti mereka pula. Sedemikian kuatnya ambisi tersebut terkadang muncullah
berbagai kasus mengerikan di tengah masyarakat. Sebut saja munculnya
perdagangan bayi, penjualan organ tubuh, pelacuran, korupsi, pencurian,
perampokan dan pengkhianatan para pejuang yang semestinya berada di jalan
Allah. Semua itu dilakukan karena terbuai dengan mimpi ingin secara
instan menjadi seorang yang kaya.
B.
Bahaya
Materialisme
Penyakit cinta dunia dan takut mati, adalah satu di antara berbagai
pengaruh sikap dan pandangan materialis yang terdapat pada sebagian atau
mungkin kebanyakan kaum muslimin. Hal ini tidak lain karena kelemahan akidah yang mereka miliki.
Jika kita perhatikan keadaan kaum muslimin, akan kita dapati banyak dari mereka
yang menjadikan materi sebagai ukuran dalam menilai segala sesuatu. Pandangan
mereka telah menyempit pada perkara-perkara yang bisa langsung mereka rasakan.
Mereka lebih giat terhadap sesuatu yang tampak dari pada sesuatu yang tak
tampak (ghaib). Mereka lebih giat mencari materi yang bisa langsung mereka
rasakan di dunia ini dari pada mencari pahala akhirat yang belum bisa dirasakan
di dunia ini. Ketika mereka melihat kemajuan duniawi pada negara-negara kafir,
mereka pun terdecak kagum. Kekafiran yang ada pada mereka diabaikan, dan
materilah yang jadi ukuran. Akhirnya, mereka mengagungkan orang-orang kafir,
menjadikannya sebagai idola, mengikuti adat kebiasaan mereka, sehingga
hilanglah sikap bara`ah (berlepas diri dan membenci) terhadap orang-orang
kafir, sikap yang pada hakikatnya merupakan konsekuensi dari laa ilaaha
illallah. Demikianlah keburukan dan bahaya materialisme.[[15]] Lebih parah dari itu, pemikiran ini bisa saja berujung pada
pengingkaran terhadap adanya alam ghaib, pengingkaran terhadap jin,
pengingkaran terhadap malaikat bahkan pengingkaran terhadap akhirat, hari
kebangkitan dan pengingkaran terhadap adanya Tuhan. Ini adalah kekufuran yang
nyata. Allah – Ta’ala – telah berfirman tentang orang-orang kafir,
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
Artinya: “Dan mereka mengatakan, hidup hanyalah kehidupan kita di
dunia ini saja, dan kita sekali-sekali tidak akan
dibangkitkan.” (al-An’am: 29)
C.
Cara mengobati penyakit Materialisme
Pertama, Teladan kita Rasulullah Muhammad saw
mengajarkan kita suatu prinsip penting dalam hal menghindari
berkembangnya kemungkinan faham materialisme di tengah masyarakat. Nabi Muhammad
saw justru mengajarkan ummat
Islam agar senantiasa rajin memandang kepada kalangan yang kurang
beruntung secara materi daripada diri kita sendiri. Hal ini diharapkan akan
menumbuhkan rasa syukur dan ridha atas pemberian Allah.
Kedua, Islam telah menyediakan vaksin untuk
mencegah dan obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit materialisme. Dalam Islam
ada satu cara yang sangat efektif dan praktis untuk mencegah dan mengobati
materialisme, yaitu dengan cara mengingat mati.
2.4 Perbandingan Antara Filsafat
Materialisme dengan Atheisme
A. Kesamaan faham Materialisme dengan
Atheisme
Materialisme dan Atheisme adalah paham filsafat yang
meyakini bahwa:
1. Alam semesta dan seluruh isinya terjadi dengan sendirinya, secara
kebetulan, tanpa ada Dzat Yang Menciptakan dan mengatur.
2. Segala apa yang ada di alam semesta hanyalah materi, tidak ada yang
non-materi atau kita sebut sesuatu yang ghaib.
3. Materi bersifat kekal dan tidak akan pernah erakhir, dengan demikian tidak
ada kehidupan akhirat.
4. Hidup seluruh makhluk hidup adalah
untuk mencapai kesenangan materi. Dengan demikian, manusia tidak memiliki
tujuan hidup untuk beribadah.
B. Perbedaan faham Materialisme dengan Atheisme
Materialisme
adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan
benar-benar ada adalah mater. Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang
tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme.
Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada
keberadaan dewa atau Tuhan.
C. Anasisa
Pendapat
Berdasarkan
persamaan dan perbedaan diatas menurut kelompok kami dapat dianalisa
bahwa perbedaan antara kaum materialis dan kaum atheis adalah titik fokus atau objek bahasannya. Kaum materialis menjadikan " REALITAS " sebagai titik fokus atau objek bahasannya. Sedangkan kaum atheis hanya menjadikan TUHAN dan DEWA - DEWI sebagai titik fokus atau objek bahasannya. Kedua faham ini juga meyakini bahwa Alam semesta dan seluruh isinya terjadi dengan sendirinya, secara kebetulan, tanpa ada Dzat Yang Menciptakan dan mengatur. Dengan demikian atheism dan materialism adalah paham yang tidak beriman kepada apa-apa yang ada di rukun iman. Paham ini adalah kufur iba’ wa istikbar, paham kekafiran karena menyombongkan diri dan menolak untuk beribadah pada Allah.
bahwa perbedaan antara kaum materialis dan kaum atheis adalah titik fokus atau objek bahasannya. Kaum materialis menjadikan " REALITAS " sebagai titik fokus atau objek bahasannya. Sedangkan kaum atheis hanya menjadikan TUHAN dan DEWA - DEWI sebagai titik fokus atau objek bahasannya. Kedua faham ini juga meyakini bahwa Alam semesta dan seluruh isinya terjadi dengan sendirinya, secara kebetulan, tanpa ada Dzat Yang Menciptakan dan mengatur. Dengan demikian atheism dan materialism adalah paham yang tidak beriman kepada apa-apa yang ada di rukun iman. Paham ini adalah kufur iba’ wa istikbar, paham kekafiran karena menyombongkan diri dan menolak untuk beribadah pada Allah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Materialisme adalah paham filsafat yang meyakini
bahwa esensi kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat material atau fisik,
hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Ciri utamanya adalah
menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res extensa), dan bersifat
objektif, sehingga bisa diukur,
dikuantifikasi (dihitung), dan diobservasi. Filosuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini
adalah Epikuros. Ia
merupakn salah satu filosuf terkemuka pada
masa filsafat kuno.
Paham
ini sudah ada sejak berabad-abad tahun yang lalu, paham ini juga begitu besar
pengaruhnya terhadap kehidupan manusia bahkan terasa sampai sekarang. Paham ini
mempengaruhi peta pemikiran manusia yang seharusnya hidup berdampingan secara
damai tetapi pemikiran ini justru berdampak negatif bagai racun yang menyebar
dan mematikan meski pemikiran ini kerapkali dihiasi dengan komposisi yang Nampak
indah dan memukau. Oleh karena itu, agar tidak mudah terpesona oleh
godaan-godaan yang ditawarkan oleh paham materialisme, maka cara yang paling
jitu bagi seorang muslim adalah kembali pada akidah Islamiyah.
3.2 Saran
Dengan
mempelajari filsafat dan dengan memperdalam wawasan mengenai aliran-aliran di
dalamnya yang salah satunya adalah Materialisme, diharapkan seorang muslim bisa
membekali diri dan memberikan filter pada dirinya terhadap paham-paham yang
dapat merusak akidah. Kami juga sarankan bagi anda untuk mempelajari lebih
lanjut tentang filsafat-filsafat yang lain, agar kita semua bisa mengetahuinya
dan memahaminya, sehingga tidak bertindak sesuatu yang dapat melanggar agama.
DAFTAR PUSTAKA
·
Anonim. Aliran Filsafat Materialisme,
2012. Diakses pada 24 November 2016, melalui http://sibuba.wordpress.com/2012/01/03/filsafat-materialisme
·
Anonim. Makalah Materialisme, 2013.
Diakses pada 24 November 2016, melalui
http://montzella.blogspot.com/2013/03/makalah-materialisme.
·
Bagus,
Lorens. Kamus Filsafat, 2000. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
·
Baharudin. Dasar-dasar Filsafat, 2013. Bandar Lampung:
Haraksindo
·
Farik Niam. Makalah Materialisme, 2015. Diakses pada 24
November 2016, melalui http://blogspot.com/filsafat/KUMPULAN-IDE-IDE-KU-MAKALAH-MATERIALISME.htm
·
Praja, Juhaya. Aliran-Aliran
Filsafat dan Etika, 1997. Bandung: Yayasan PIARA
·
Riana Puji.Filsafat Materialisme, 2013. Diakses pada 24
November 2016, melalui
http://blogspot.com/hidup-adalah-belajar-makalah-filsafat-materialisme.htm
·
Soemargono, Soejono. Pengantar Filsafat,
1992. Yogyakarta: Tiara Wacana
·
Soyomukti, Nurani. Penghantar Filsafat
Umum, 2011. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA
·
Suhartono, Suparlan. Sejarah Pemikir
Filsafat Modern, 2005. Jogjakarta: AR_RUZZ
[1] ontologi monistik adalah jika dikatakan bahwa kenyataan itu tunggal
adanya; keanekaragaman, perbedaan dan perubahan dianggap semu belaka.
Idealisme Merupakan aliran
ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal
yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami (KBBI) atau aliran
yang mementingkan khayal atau fantasi untuk menunjukkan keindahan dan
kesempurnaan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan.
[3] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000. Hlm 593-600.
[4] Bahrudin, Dasar-dasar Filsafat, Bandar Lampung:
Haraksindo, 2013. Hlm 61-62.
[5] Ibid, Dasar-dasar
Filsafat. Hlm 65.
[11] http://blogspot.com/filsafat/KUMPULAN-IDE-IDE-KU-MAKALAH-MATERIALISME.htm.
diakses pada 24 November 2016.
[12] Loc.cit,
Kumpulan ide-ideku makalah Materialisme.
[14] Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1992. Hlm 220-234.
nice, ditunggu kunjungan baliknya di www.aindmutaqind.blogspot.com
BalasHapusTerima kasih kak...
BalasHapus