Rabu, 21 Desember 2016

FILSAFAT MATERIALISME DAN PERKEMBANGANNYA




2.1  Filsafat Materialisme
A.    Pengertian Filsafat Materialisme
Materialisme adalah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat material atau fisik, hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Ciri utamanya adalah menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res extensa), dan bersifat objektif, sehingga bisa diukur, dikuantifikasi (dihitung), dan diobservasi. Alam spiritual atau jiwa tidak menempati ruang dan tidak bisa disebut sebagai esensi kenyataan, sehingga ditolak keberadaannya. Sebagai teori, materialisme termasuk paham ontologi monistik.[[1]] Akan tetapi, materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralitas. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme.[[2]]
Kata materialisme terdiri dari kata "materi" dan "isme".[[3]] “ materi” dapat dipahami sebagai "bahan; benda; segala sesuatu yang tampak". Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai "materialis". Orang-orang ini adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata (harta, uang, dsb).[[4]]
Materialisme adalah paham yang hanya bersandar pada materi (Mad’ah) yang tidak meyakini apa yang ada di balik alam ghaib. Tidak meyakini alam ghaib berarti tidak meyakini adanya kekuatan yang menguasai alam semesta ini dan hal itu secara otomatis menafikan adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta, karena menurut paham ini alam beserta isinya berasal dari satu sumber yaitu materi. Pemikiran ini sama halnya dengan Atheisme dalam bentuk dan subtansinya yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Para penganut paham ini menolak agama sebagai hukum kehidupan manusia, mereka lebih mengedepankan akal sebagai sumber segala hukum. Pada akhirnya prinsip ini melahirkan suatu ideologi bahwa hukum hanyalah apa yang bisa diterima oleh akal, padahal kita tahu bahwa hasil pemikiran manusia bersifat relatif, dalam artian bisa salah dan juga bisa benar. Materialisme dan Atheisme memiliki ikatan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan antara keduanya, yaitu tidak mengakui adanya Tuhan karena mereka mengingkari alam ghaib.[[5]]
B.     Sejarah Perkembangan filsafat Materialisme
Filosuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros. Ia merupakn salah satu filosuf terkemuka pada masa filsafat kuno. Selain Epikuros, filosuf lain yang juga turut mengembangankan aliran filsafat ini adalah Demokritos dan Lucretius Carus. Pendapat mereka tentang Materialisme, dapat kita samakan dengan materialisme yang berkembang di prancis pada masa pencerahan. Dua karangan karya La Mettrie yang cukup terkenal mewakili paham itu adalah L’homme machine (manusia mesin) dan  L’homme plante (manusia tumbuhan). Dalam waktu yang sama, di tempat lain muncul seorang Baron von Holbach yang mengemukakan suatu materialisme atiesme. Materialisme etiesme serupa dalam bentuk dan substansinya, yang tidak mengakui adanya tuhan secara mutlak. Jiwa sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi otak.[[6]]
Benih-benih materialisme sudah muncul sejak zaman Yunani kuno. Sebelum muncul pertanyaan-pertanyaan filsafat idealistik (yang menonjol sejak plato), filsafat Yunani berangkat dari filsafat materialisme yang mengambil bentuk pada upaya untuk  menyelidik tentang alam sebagai materi. Bahkan mayoritas filosuf percaya bahwa tidak mungkin ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan. Materi alam dipelajari secara habis-habisan, sehingga menghasilkan tesis filsafat tentang apa sebenarnya substansi menyusun alam kehidupan ini.[[7]]
Pada abad pertama Masehi, paham materialisme tidak mendapat tanggapan yang serius, bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing terhadap paham ini. Baru pada zaman pencerahan (Aufkalrung), materialisme mendapat tanggapan dari penganut yang penting di Eropa Barat.
Materialisme berpendirian bahwa pada hakikatnya sesuatu itu adalah bahan belaka. Pandangan ini Berjaya pada abad ke-19. Materialisme jelas tidak akan bisa hilang dan mati karena hidup ini sangat nyata, dimana manusia terus saja mengembangkan diri dari ranah material. Zaman kegelapan yang didominasi dengan agama yang menggelapkan kesadaraan jelas tak dapat membendung perkembangan material, yaitu teknologi yang merupakan alat bantu manusia untuk mengatasi kesulitan material dan membantu manusia memahami alam. Misalnya, dengan teleskop dapat diketahui susunan jagat raya, dengan transportasi dan komunikasi pertukaran pengetahuan semakin cepat. Idialisme yang subjektif jelas tidak dapat dipertahankan.[[8]]
Pada abad 19, muncul filsuf-filsuf materialisme asal Jerman seperti Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel. Merekalah yang kemudian meneruskan keberadaan materialisme. Materialisme dan Empirisme adalah perangsang munculnya IPTEK karena berpikir pada kegiatan melakukan eksperimen-eksperimen ilmiyah yang memicu perkembangan ilmu dan teknologi.
Filsafat materialisme beranggapan bahwa hubungan adalah hubungan material yang saling mempengaruhi. Karenanya, memahami hubungan harus menggunakan landasan berfikir yang materialis. Berfikir materialis berarti percaya pada hukum-hukum materi, yaitu sebagai berikut:[[9]]
·      Hukum I: “Materi itu ada, nyata, dan konkret”.
Materi itu ada dan nyata dalam hidup kita. Kita bisa mengenali materi melalui indra kita. Jadi, bukan karena tak tertangkap indra kita, lantas kita mengatakan bahwa sesuatu itu tidak ada.
·      Hukum II:”Materi itu terdiri dari materi-materi yang lebih kecil dan saling berhubungan (dialektis)”.
Jadi, dialektika adalah hukum keberadaan materi itu sendiri. Materi-materi kecil menyatu dan menyusun satu kesatuan yang kemudian disebut sebagai materi lainya yang secara kualitas lain. Karenanya namanya juga lain.
·      Hukum III:”Materi mengalami kontradiksi”.
Karena materi terdiri  dari materi-materi yang lebih kecil  antara satu materi dengan materi lainnya mengalami kontradiksi, atau saling bertentangan. Jika tak ada kontras, tak akan ada bentuk yang berbeda-beda. Jika tidak ada kontradiksi, tak ada kualitas yang berbeda, kualitas baru, atau kualitas yang menunjukkan adanya perubahan susunan materi yang baru.
·      Hukum IV:”Materi selalu berubah dan akan selalu berubah”.
Perubahan dimulai dengan kontradiksi atau akibat pengaruh antara materi-materi yang menyusunnya maupun karena intervensi dari luar. Tak ada yang lebih abadi dari pada perubahan itu sendiri.[[10]]
C.     Tokoh-tokoh filsafat Materialisme
Terdapat beberapa tokoh-tokoh yang terdapat pada aliran Materialisme yaitu:
1.      Demokritos (460-360 SM)
Demokritos merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”.
2.      Julien de Lamettrie (1709-1751)
Menngemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidakk ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin. Buktinya bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa tanpa bahan (badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.
3.      Ludwig Feuerbach (1804-1972)
Ludwig Feuerbach mencanangkan suatu metafisika, suatu fisika yang humanistis, dan suatu epistimology yang menjunjung tinggi pengenalan indrawi. Oleh karena itu ia ingin mengganti idialisme Hegel dengan materialisme.
4.      Karl Marx (1818-1883)
Karl marx memberikan suatu pandangan bahwa kenyataan yang ada adalah dunia materi dan didalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat pada muatannya terdapat berupa kesadaran-kesadaran yang menumbuhkan ide serta teori serta pandangan yang kesemuanya merupakan suatu gambaran yang nyata.[[11]]
D.    Konsep dasar filsafat Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realis adalah meteri, bukan rohani, bukan spiritual, atau supranatural.
Filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau fikiran timbul setelah melihat materi. Dengan kata lain materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide. Buka ide yang menentukan materi. Contoh : karena meja atau kursi secara objektif ada, maka orang berfikir tentang meja dan kursi. Bisakah seseorang memikirkan meja dan kursi sebelum benda yang berbentuk meja atau kursi belum atau tidak ada.
E.     Ciri-ciri filsafat Materialisme
1.      Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi (ma’dah).
2.      Tidak meyakini adanya alam ghaib.
3.      Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.
4.      Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum.
5.      Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak. 
6.      Merupakan sebuah paham garis pemikiran, dimana manusia sebagai nara sumber dan     juga sebagai resolusi dari tindakan yang sudah ada dengan jalan dialetis.[[12]]
F.      Aliran-aliran dalam filsafat Materialisme
1.      Aliran Materialisme Mekanik
Materialisme mekanik adalah aliran filsafat yang pandangannya materialis sedangkan methodenya mekanis. Aliran ini mengajarkan bahwa  materi itu selalu dalam keadan gerak dan berubah. Gerakan itu adalah gerakan yang mekanis artinya gerak yang tetap selamanya atau gerak yang berulang-ulang (Endlessloop) seperti mesin tanpa perkembangan atau peningkatan secara kualitatif. Tokoh-tokoh yang terkenal sebagai pengusung aliran ini adalah Demokritus (± 460-370), Heraklitus (± 500 SM ). Wakil-wakil pada abad ke-17 adalah Thomas Hobbes (1588-1679 M), Benedictus Spinoza (1632-1677M) dsb. Aliran filsafat materialism mekanik mencapai titik puncaknya ketika terjadi revolusi perancis pada abad ke-18 yang diwakili oleh Paul de holbach (1723-1789), Lamettrie (1709-1751 M) sehingga materialism mekanik disebut juga sebagai materialisme Perancis.
2.      Aliran Materialisme Metafisik
      Materialisme Metafisik adalah paham yang mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan diam, tetap atau statis selamanya. Seandainya materi itu berubah maka perubahan tersebut terjadi karena factor luar atau kekuatan dari luar. Gerak materi itu disebut gerak ekstern atau gerak luar selanjutnya materi itu dalam keadaan terpisah-pisah atau tidak mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya. Tokoh aliran filsafat ini adalah Feurbach.
3.      Aliran Materialisme Dialektif
Materialisme Dialektis adalah aliran filsafat yang bersandar pada materi(benda) dan methodenya dalektis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu mempunyai keterhubungan satu dengan lainnya, saling mempengaruhi dan saling bergantung satu dengan lainnya. Gerak materi itu adalah gerak yang dialektis artinya pergerakan atau perubahan menuju bentuk yang lebih tinggi atau lebih maju seperti spiral. Tokoh-tokoh pencetus filsafat ini adalah Karl Marx (1818-1883 M), Friedrich Engels (1820-1895 M). Gerakan materi itu adalah gerakan intern yaitu bergerak atau berubah karena dorongan dari faktor dalamnya (motive force-nya). Yang disebut “Diam” hanya tampaknya atau bentuknya sebab hakikat dari gejala yang tampaknya atau bentuknya diam itu isinya tetap gerak. Methode yang dipakai adalah dialektika Hegel. Marx mengakui bahwa orang yunani-lah yang pertama kali menemukan methode dialektika, tetapi Hegelah yang mensistematiskan metode tersebut dan oleh Marx dijungkir balikkan dengan bersandarkan materialisme. Marx dan Engels mengambil materialisme Feurbach dan membuang metodenya yang metafisis sebagai dasar dari filsafatnya, dan memakai dialektika sebagai metode dan membuang pandangan idealis Hegel. Dialektika Hegel menentang dan menggulingkan metode metafisis yang selama berabad-abad menguasai lapangan filsafat. Hegel mengatakan “ yang penting dalam filsafat adalah metode bukan kesimpulan-kesimpulan mengenai ini dan itu”.[[13]]
G.    Pendapat-pendapat yang ada pada paham Materialisme
Materialisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya bertitik tolak pada materi (benda). Materialisme memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide itu ditempatkan di sekundernya, sebab materi itu ada terlebih dahulu baru kemudian ada ide. Pandangan ini berdasarkan atas kenytaan menurut proses waktu dan zat. Misalnya menurut proses waktu, lama sebelum manusia yang mempunyai ide  itu ada di dunia, alam raya ini sudah ada. Dan menurut zat, manusia tidak bisa berfikir atau mempunyai ide apabila tidak mempunyai otak sedangkan otak adalah sebuah benda yang bisa dirasakan oleh panca indera kita. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada lalu baru muncul ide dari padanya.
Para filsuf materialisme  menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya. Beberapa pendapat mereka yang lain adalah:
1.      Tidak ada Sesutu yang bersifat non material seperti roh, hantu, syetan, malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada.
2.      Tidak ada Tuhan atau dunia adikodrati (supranatural). Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi aktifitas materi.
3.      Setiap peristiwa mempunyai sebab material dan penjelasan material tentang semua itu merupakan satu-satunya penjelasan yang paling tepat.  
4.      Materi dan aktifitasnya bersifat abadi. Tidak ada sebab pertama dan penggerak pertama.
5.      Bentuk material dari barang-barang dapat diubah tapi materi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.
6.      Tidak ada kehidupan yang kekal, semua gejala berubah akhirnya melampaui eksistensi yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi dalam sutu peralihan wujud kembali yang abadi dari materi.[[14]]
2.2  Dampak-dampak Filsafat Materialisme
A.    Bahaya bagi bangsa dan Negara
Sikap materialistis, terlebih yang berdasarkan ideologi materialisme selalu bertolak belakang dengan agama, sikap materialisme bisa membawa orang kepada atheisme. Sikap materialistis dapat membahayakan ideologi negara Pancasila sila ke-1 (Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Sikap materialistis bisa membawa pertentangan kelas, pertentangan sosial, dan ras. Sikap materialistis bisa melahirkan banyak tindakan kejahatan, seperti korupsi, pemerasan terhadap orang yang tidak berdaya.
B.     Bahaya bagi tiap pribadi
Sikap materialistis bisa menjauhkan manusia dari Tuhan dan sesame, sebab materi menjadi yang paling utama bagi orang tersebut. Sesama bisa diperalat dan diperas.
Sikap materialistis bisa membuat orang tidak hidup bahagia karena ambisi yang semakin meningkat untuk materi.

2.3  Materialisme Menurut Pandangan Islam
A.    Materialisme dan Aqidah Islam
Salah satu fitnah zaman modern dewasa ini adalah merebaknya ideology materialisme. Ideologi  ini berdasarkan gagasan bahwa materi, harta, atau kekayaan merupakan tolok ukur mulia tidaknya seseorang. Semakin kaya seseorang berarti ia dipandang sebagai orang yang mulia dan semakin sedikit materi atau harta yang dimilikinya berarti ia dipandang sebagai orang yang hina dan tidak patut dihormati. Maka di dalam masyarakat yang telah diwarnai materialisme, setiap anggota masyarakat akan berlomba mengumpulkan harta sebanyak mungkin dengan cara bagaimanapun, baik itu dengan cara yang halal, syubhat maupun haram.
Dalam sebuah masyarakat yang beridiologi materialisme, seseorang menjadi sangat iri dan berambisi menjadi kaya setiap kali melihat ada orang yang berlimpah harta lewat di tengah kehidupan mereka. Persis sebagaimana masyarakat mesir di zaman hidupnya seorang tokoh kaya raya bernama Qorun, dan digambarkan di dalam Al-qur’an:
فخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ
 إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Artinya: ”Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".(QS Al-Qashshash ayat 79).

            Zaman kita dewasa ini pun keadaannya sangat mirip dengan zaman Qarun tersebut. Berbagai kemewahan tokoh kaya, selebritis, artis, olahragawan dan pejabat dipertontonkan di televisi dan media lainnya sehingga masyarakat berdecak kagum dan tentunya menjadi iri dan berambisi ingin menjadi hartawan seperti mereka pula. Sedemikian kuatnya ambisi tersebut terkadang muncullah berbagai kasus mengerikan di tengah masyarakat. Sebut saja munculnya perdagangan bayi, penjualan organ tubuh, pelacuran, korupsi, pencurian, perampokan dan pengkhianatan para pejuang yang semestinya berada di jalan Allah.  Semua itu dilakukan karena terbuai dengan mimpi ingin secara instan menjadi seorang yang kaya.

B.     Bahaya Materialisme
                Penyakit cinta dunia dan takut mati, adalah satu di antara berbagai pengaruh sikap dan pandangan materialis yang terdapat pada sebagian atau mungkin kebanyakan kaum muslimin. Hal ini tidak lain karena kelemahan akidah yang mereka miliki. Jika kita perhatikan keadaan kaum muslimin, akan kita dapati banyak dari mereka yang menjadikan materi sebagai ukuran dalam menilai segala sesuatu. Pandangan mereka telah menyempit pada perkara-perkara yang bisa langsung mereka rasakan. Mereka lebih giat terhadap sesuatu yang tampak dari pada sesuatu yang tak tampak (ghaib). Mereka lebih giat mencari materi yang bisa langsung mereka rasakan di dunia ini dari pada mencari pahala akhirat yang belum bisa dirasakan di dunia ini. Ketika mereka melihat kemajuan duniawi pada negara-negara kafir, mereka pun terdecak kagum. Kekafiran yang ada pada mereka diabaikan, dan materilah yang jadi ukuran. Akhirnya, mereka mengagungkan orang-orang kafir, menjadikannya sebagai idola, mengikuti adat kebiasaan mereka, sehingga hilanglah sikap bara`ah (berlepas diri dan membenci) terhadap orang-orang kafir, sikap yang pada hakikatnya merupakan konsekuensi dari laa ilaaha illallah. Demikianlah keburukan dan bahaya materialisme.[[15]] Lebih parah dari itu, pemikiran ini bisa saja berujung pada pengingkaran terhadap adanya alam ghaib, pengingkaran terhadap jin, pengingkaran terhadap malaikat bahkan pengingkaran terhadap akhirat, hari kebangkitan dan pengingkaran terhadap adanya Tuhan. Ini adalah kekufuran yang nyata. Allah – Ta’ala – telah berfirman tentang orang-orang kafir,

وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ

Artinya: “Dan mereka mengatakan, hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali-sekali tidak akan dibangkitkan.” (al-An’am: 29)

C.     Cara mengobati penyakit Materialisme
Pertama, Teladan kita Rasulullah Muhammad saw mengajarkan kita suatu prinsip penting dalam hal menghindari berkembangnya kemungkinan faham materialisme di tengah masyarakat. Nabi Muhammad saw justru mengajarkan ummat Islam agar senantiasa rajin memandang kepada  kalangan yang kurang beruntung secara materi daripada diri kita sendiri. Hal ini diharapkan akan menumbuhkan rasa syukur dan ridha atas pemberian Allah.
Kedua, Islam telah menyediakan vaksin untuk mencegah dan obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit materialisme. Dalam Islam ada satu cara yang sangat efektif dan praktis untuk mencegah dan mengobati materialisme, yaitu dengan cara mengingat mati.
2.4  Perbandingan Antara Filsafat Materialisme dengan Atheisme
A.    Kesamaan  faham Materialisme dengan Atheisme
Materialisme dan Atheisme adalah paham filsafat yang meyakini bahwa:
1.    Alam semesta dan seluruh isinya terjadi dengan sendirinya, secara kebetulan, tanpa ada Dzat Yang Menciptakan dan mengatur.
2.    Segala apa yang ada di alam semesta hanyalah materi, tidak ada yang non-materi atau kita sebut sesuatu yang ghaib.
3.    Materi bersifat kekal dan tidak akan pernah erakhir, dengan demikian tidak ada kehidupan akhirat.
4.     Hidup seluruh makhluk hidup adalah untuk mencapai kesenangan materi. Dengan demikian, manusia tidak memiliki tujuan hidup untuk beribadah.
B.     Perbedaan faham Materialisme dengan Atheisme
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah mater. Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan.
C.  Anasisa Pendapat
Berdasarkan persamaan dan perbedaan diatas menurut kelompok kami dapat dianalisa
bahwa perbedaan antara kaum materialis dan kaum atheis adalah titik fokus atau objek bahasannya. Kaum materialis menjadikan " REALITAS " sebagai titik fokus atau objek bahasannya. Sedangkan kaum atheis hanya menjadikan TUHAN dan DEWA - DEWI sebagai titik fokus atau objek bahasannya.  Kedua faham ini juga meyakini bahwa
Alam semesta dan seluruh isinya terjadi dengan sendirinya, secara kebetulan, tanpa ada Dzat Yang Menciptakan dan mengatur.  Dengan demikian atheism dan materialism adalah paham yang tidak beriman kepada apa-apa yang ada di rukun iman. Paham ini adalah kufur iba’ wa istikbar, paham kekafiran karena menyombongkan diri dan menolak untuk beribadah pada Allah.
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Materialisme adalah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat material atau fisik, hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Ciri utamanya adalah menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res extensa), dan bersifat objektif, sehingga bisa diukur, dikuantifikasi (dihitung), dan diobservasi. Filosuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros. Ia merupakn salah satu filosuf terkemuka pada masa filsafat kuno.
Paham ini sudah ada sejak berabad-abad tahun yang lalu, paham ini juga begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia bahkan terasa sampai sekarang. Paham ini mempengaruhi peta pemikiran manusia yang seharusnya hidup berdampingan secara damai tetapi pemikiran ini justru berdampak negatif bagai racun yang menyebar dan mematikan meski pemikiran ini kerapkali dihiasi dengan komposisi yang Nampak indah dan memukau. Oleh karena itu, agar tidak mudah terpesona oleh godaan-godaan yang ditawarkan oleh paham materialisme, maka cara yang paling jitu bagi seorang muslim adalah kembali pada akidah Islamiyah.
3.2    Saran
Dengan mempelajari filsafat dan dengan memperdalam wawasan mengenai aliran-aliran di dalamnya yang salah satunya adalah Materialisme, diharapkan seorang muslim bisa membekali diri dan memberikan filter pada dirinya terhadap paham-paham yang dapat merusak akidah. Kami juga sarankan bagi anda untuk mempelajari lebih lanjut tentang filsafat-filsafat yang lain, agar kita semua bisa mengetahuinya dan memahaminya, sehingga tidak bertindak sesuatu yang dapat melanggar agama.








DAFTAR PUSTAKA

·         Anonim. Aliran Filsafat Materialisme, 2012. Diakses pada 24 November 2016, melalui http://sibuba.wordpress.com/2012/01/03/filsafat-materialisme
·         Anonim. Makalah Materialisme, 2013. Diakses pada 24 November 2016, melalui http://montzella.blogspot.com/2013/03/makalah-materialisme. 
·         Bagus, Lorens. Kamus Filsafat, 2000. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
·         Baharudin. Dasar-dasar Filsafat, 2013. Bandar Lampung: Haraksindo
·         Farik Niam. Makalah Materialisme, 2015. Diakses pada 24 November 2016, melalui http://blogspot.com/filsafat/KUMPULAN-IDE-IDE-KU-MAKALAH-MATERIALISME.htm
·         Praja, Juhaya. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, 1997. Bandung: Yayasan PIARA
·         Riana Puji.Filsafat Materialisme, 2013. Diakses pada 24 November 2016, melalui http://blogspot.com/hidup-adalah-belajar-makalah-filsafat-materialisme.htm
·         Soemargono, Soejono. Pengantar Filsafat, 1992. Yogyakarta: Tiara Wacana
·         Soyomukti, Nurani. Penghantar Filsafat Umum, 2011. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA
·         Suhartono, Suparlan. Sejarah Pemikir Filsafat Modern,  2005. Jogjakarta: AR_RUZZ


[1] ontologi monistik adalah jika dikatakan bahwa kenyataan itu tunggal adanya; keanekaragaman, perbedaan dan perubahan dianggap semu belaka.
[2] Juhaya S. Praja,  Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Bandung: Yayasan PIARA, 1997. Hlm 57.
   Idealisme Merupakan aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami (KBBI) atau aliran yang mementingkan khayal atau fantasi untuk menunjukkan keindahan dan kesempurnaan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan.
[3] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000. Hlm  593-600.
[4] Bahrudin,  Dasar-dasar Filsafat, Bandar Lampung: Haraksindo, 2013. Hlm 61-62.
[5] Ibid, Dasar-dasar Filsafat. Hlm 65.
[6] Suparlan Suhartono, Sejarah Pemikir Filsafat Modern, Jogjakarta: Ar_ruzz, 2005. Hlm 213.
[8] Nurani Soyomukti, Penghantar Filsafat Umum,  Jogjakarta: Ar-ruzz Media,2011. hlm 285.
[10] Opcit, Penghantar Filsafat Umum. Hlm  289-292.
[12] Loc.cit, Kumpulan ide-ideku makalah Materialisme.
[13]Nurani  Soyomukti, Penghantar Filsafat Umum, Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2011. Hlm 367.
[14] Soejono Soemargono,  Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992. Hlm 220-234.

2 komentar: